METODE PENGAJARAN BAHASA INDONESIA SD


Hasil gambar untuk METODE PENGAJARAN BAHASA INDONESIA  UNTUK SD
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumberdaya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumberdaya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas, antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya.


Pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya sangat penting untuk dilakukan sebab melalui pelatihan, guru dapat mengembangkan kompetensinya. Dengan demikian, guru dapat melaksanakan tugas yang diembannya. 
Guru merupakan sosok yang bergelut di dunia seni, seni yang digelutinya adalah seni mengajar. Mengajar dikatakan sebagai seni sebab mengajar merupakan proses aktivitas pembelajaran yang melibatkan semua unsur inderawi, pikiran, perasaan, nilai dan sikap yang secara terintegrasi membangun dan mendorong perubahan siswa. Untuk mencapai proses itu, guru membutuhkan gaya tersendiri dalam mengelola pembelajaran agar menarik, menyenangkan, dan memberikan manfaat bagi siswa. Hal itu berarti bahwa aspek metode pembelajaran diolah di dalam kelas dengan pengalaman guru yang telah dipetik selama ini, yang pada akhirnya memunculkan kesan tersendiri bagi guru. Di situlah letak seni mengajar itu.
Untuk menjadi guru yang baik, guru membutuhkan perjalanan yang panjang, kompleks, dan keasyikan tersendiri. Perhatian terhadap pembelajaran sangat dibutuhkan bagi keberhasilan guru. Perhatian itu terfokus ke dalam penggunaan metode pembelajaran dengan tepat. Apalagi, perkembangan metode pembelajaran saat ini sangat cepat. Tentunya banyak hal baru yang perlu dipahami berkenaan dengan perkembangan metode pembelajaran itu. Lebih-lebih saat ini, kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi itu mengisyaratkan perubahan ke arah kompetensi dasar bahasa Indonesia. Dengan kurikulum 2004 itu, guru dituntut dapat lebih fleksibel dalam menjabarkan materi pokok pembelajaran

A.Pengertian Metode
Dewasa ini, dalam pembelajaran bahasa telah banyak strategi pembelajaran yang tersedia. Strategi itu sesuai dan spesifik dengan bahasa. Bahkan, banyak srtategi pembelajaran bahasa yang diadopsi oleh bidang studi lain. Namun demikian, banyak guru bahasa Indonesia yang masih kesulitan dalam memvariasikan srtategi pembelajaran bahasa Indonesia. Mereka hanya berkutat dengan ceramah, diskusi, dan pengawasan yang merupakan teknik dalam mengelola kelas masih perlu dipertajam.
Agar kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik, selain menggunakan strategi dan teknik pembelajaran yang tepat, guru juga harus dapat menguasai metode pembelajaran. Sebelumnya metode adalah prosedur pembelajaran yang aplikatif. Satu metode dapat diaplikasikan melalui berbagai teknik pembelajaran. Teknik adalah cara konkrit yang dipakai saat proses pembelajaran berlangsung. Guru dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.

B.  Macam-macam Metode
Metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan. Adapun metode pembelajaran bahasa Indonesia yang disajikan di bawah ini adalah sebagai berikut:
1.   Metode Tata Bahasa/Terjemahan
Metode tata bahasa/terjemahan sering juga disebut dengan metode tradisional. Hal itu tidak berarti metode tata bahasa merupakan metode yang sangat tua. Metode tata bahasa sangat kuat berpegang pada disiplin mental dan pengembangan intelektual. Ciri-ciri metode tata bahasa adalah                (a) penghafalan kaidah-kaidah dan fakta-fakta tentang tata bahasa agar dapat dipahami dan diterapkan pada morfologi dan kalimat yang digunakan siswa; (b) penekanannya pada membaca, mengarang, dan terjemahan sedangkan berbicara dan menyimak diabaikan; (c) seleksi kosakata berdasarkan teks bacaan yang dipakai; dan (d) bahasa daerah digunakan sebagai pengantar. dalam terjemahan, keterangan, perbandingan, dan penghafalan kaidah bahasa.


2.   Metode Membaca
Di Eropa, pada tahun 1920-an, metode langsung mulai mengalami kejenuhan dan semakin banyak  revisinya. Revisi yang dilakukan itu menghasilkan versi yang menyatakan antara metode tata bahasa dan langsung. Metode membaca bertujuan agar siswa mempunyai kemampuan memahami teks bacaan yang diperlukan dalam belajar mereka.
Berikut langkah-langkah metode membaca.
1)   Pemberian kosakata dan istilah yang dianggap sukar dari guru ke siswa. Hal itu diberikan dengan definisi dan contoh ke dalam kalimat.
2)   Penyajian bacaan di kelas. Bacaan dibaca dengan diam selama 10-15 menit. Untuk mempercepat waktu, bacaan dapat diberikan sehari sebelumnya.
3)   Diskusi isi bacaan dapat melalui tanya jawab.
4)   Pembicaraan tata bahasa dilakukan dengan singkat. Hal itu dilakukan jika dipandang perlu oleh guru.
5)   Pembicaraan kosakata yang relevan
6)   Pemberian tugas seperti mengarang (isinya relevan dengan bacaan) atau membuat denah, skema, diagram, ikhtisar, rangkuman, dan sebagainya yang berkaitan dengan isi bacaan.

3.   Metode Audiolingual
Metode audilingual sangat mengutamakan drill (pengulangan). Metode itu muncul karena terlalu lamanya waktu yang ditempuh dalam belajar bahasa target. Padahal, untuk kepentingan tertentu, perlu penguasaan bahasa dengan cepat misalnya perang, kunjungan dan seterusnya. Dalam audiolingual yang berdasarkan pendekatan struktural itu, bahasa yang diajarkan dicurahkan pada lafal kata, dan pelatihan berkali-kali secara intensif pola-pola kalimat. Guru dapat memaksa siswa untuk mengulang sampai tanpa kesalahan.
Langkah-langkah yang biasanya dilakukan adalah (a) penyajian dialog atau teks pendek yang dibacakan guru berulang-ulang dan siswa menyimak tanpa melihat teks yang dibaca, (b) peniruan dan penghafalan teks itu setiap kalimat secara serentak dan siswa menghafalkannya, (c) penyajian kalimat dilatihkan dengan pengulangan, (d) dramatisasi dialog atau teks yang dilatihkan kemudian siswa memperagakan di depan kelas, dan (e) pembentukan kalimat lain yang sesuai dengan yang dilatihkan.

4.   Metode Reseptif dan Produktif
Metode reseptif adalah metode yang proses penerimaan isi bacaan baik yang tersurat, tersirat, maupun yang tersorot. Metode tersebut sangat cocok diterapkan kepada siswa yang dianggap telah banyak menguasai kosakata, frase, maupun kalimat. Yang dipentingkan bagi siswa dalam suasana reseptif adalah bagaimana isi bacaan diserap dengan bagus.
Menurut strategi reseptif, pembaca dilarang bersuara, berkomat-kamit, dan bergerak-gerak dalam membaca dan menyimak. Metode reseptif membutuhkan konsentrasi tinggi dalam menerima makna bacaan dan ajaran. Oleh karena itu, dalam penyiapan bacaan, aspek kondisi siswa jangan sampai dilupakan. Begitu pula, aspek pemilihan bacaan. Sebaliknya, metode produktif diarahkan pada berbicara atau menuangkan gagasannya.

5.   Metode Langsung
Mungkin Anda adalah orang yang setia terhadap metode langsung ini. Benarkah? Perhatikan ulasan berikut. Pertengahan abad ke-19, metode tradisional di atas ditolak oleh metode langsung. Metode langsung berasumsi bahwa belajar bahasa yang baik adalah belajar yang langsung menggunakan bahasa dan secara intensif dalam komunikasi. Tujuan metode tersebut adalah penggunaan bahasa secara lisan agar siswa dapat berkomunikasi secara alamiah seperti penggunaan bahasa Indonesia di masyarakat. Penggunaannya di kelas harus seperti penutur asli. Siswa diberi latihan-latihan untuk mengasosiasikan kalimat dengan artinya melalui demonstrasi, peragaan, gerakan, serta mimik secara langsung.
Gerakan yang kuat dari para ahli menekankan pembelajaran bahasa dengan cara interaksi langsung bahasa yang dipelajari dalam situasi yang bermakna memunculkan beberapa nama metode pembelajaran yang termasuk kategori metode langsung. Nama-nama metode itu adalah metode baru, metode perbaikan, metode alamiah, dan metode lisan.
Langkah-langkahnya adalah (a) pembelajaran dimulai dengan dialog atau humor yang pendek dalam bahasa Indonesia dengan gaya bahasa santai dan nonformal; (b) materi mula-mula disajikan secara lisan dengan gerakan atau isyarat tertentu, dramatisasi, dan gambar-gambar; (c) tanya jawab berdasarkan bahasa yang dipelajari dengan memberikan contoh yang merangsang siswa; (d) tata bahasa diajarkan secara induktif; (e) kata-kata digunakan dalam percakapan-percakapan; (f) siswa yang sudah maju diberi bacaan sastra untuk pemahaman dan kenikmatan tetapi bahasa dalam bacaan tidak dianalisis secara struktural atau sistematis; dan (g) budaya yang relevan diajarkan secara induktif.
Di samping itu, metode langsung juga bergantung pada motivasi siswa yang memadai untuk mengamati kegiatan yang dilakukan guru dan mendengarkan segala sesuatu yang dikatakannya. Pada hakikatnya, pengajaran langsung memerlukan kaidah yang mengatur bagaimana siswa berbicara, prosedur untuk menjamin tempo pembelajaran yang baik, strategi khusus untuk mengatur giliran keterlibatan siswa, dan untuk menanggulangi tingkah laku siswa yang menyimpang. Untuk itu, dalam pelaksanaannya, guru perlu melakukan hal-hal berikut ini.
1)   menangani siswa yang suka bicara;
2)   mengatur tempo pembelajaran;
3)   menangani penyimpangan tingkah laku.
Terutama dalam pembelajaran bahasa, metode langsung mendapatkan tempat. Pertengahan abad ke-19, metode tradisional ditolak oleh metode langsung. Metode langsung berasumsi bahwa belajar bahasa yang baik adalah belajar yang langsung menggunakan bahasa dan secara intensif dalam komunikasi. Tujuan metode tersebut adalah penggunaan bahasa secara lisan agar siswa dapat berkomunikasi secara alamiah seperti penggunaan bahasa Indonesia di masyarakat. Penggunaannya di kelas harus seperti penurut asli. Siswa diberi latihan-latihan untuk mengasosiasikan kalimat dengan artinya melalui demonstrasi, peragaan, gerakan, serta mimik secara langsung.
Gerakan yang kuat dari para ahli menekankan pembelajaran bahasa dengan cara interaksi langsung bahasa yang dipelajari dalam situasi yang bermakna memunculkan beberapa nama metode pembelajaran yang termasuk kategori metode langsung. Nama-nama metode itu adalah metode baru, metode perbaikan, metode alamiah, dan metode lisan.
Langkah-langkahnya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1)   pembelajaran dimulai dengan dialog atau humor yang pendek dalam bahasa Indonesia dengan gaya bahasa santai dan nonformal.
2)   materi mula-mula disajikan secara lisan dengan gerakan atau isyarat tertentu, dramatisasi, dan gambar-gambar.
Contohnya menyampaikan pesan kepada orang lain yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tujuan itu dapat dipecah menjadi (a) memahami pesan;         (b) mengajukan pertanyaan untuk menghilangkan keraguan; (c) mengajukan pertanyaan untuk memperoleh lebih banyak informasi; (d) membuat catatan; (e) menyusun catatan secara logis; dan (f) menyampaikan pesan secara lisan. Dengan begitu, untuk materi bahasan penyampaian pesan saja, aktivitas komunikasi dapat terbangun secara menarik, mendalam, dan membuat siswa lebih intensif.

Dalam desain pembelajaran yang bernuansa komunikatif, ada beberapa jenis desain pembelajaran. Desain itu adalah (1) struktural fungsional; (2) struktur dan fungsi; (3) fokus variabel; (4) fungsional;            5) nasional penuh; dan (6) komunikatif penuh. Semua desain itu bersumber pada tiga tingkatan kompetensi komunikatif, yakni struktural, fungsional, dan instrumental.

6.   Metode lntegratif
Bagaimana menurut Anda metode integratif itu? Integratif berarti menyatukan beberapa aspek ke dalam satu proses. Integratif terbagi menjadi interbidang studi dan antarbidang studi. Interbidang studi artinya beberapa aspek dalam satu bidang studi diintegrasikan. Misalnya, menyimak diintegrasikan dengan berbicara dan menulis. Menulis diintegrasikan dengan berbicara dan membaca. Materi kebahasaan diintegrasikan dengan keterampilan bahasa. Sedangkan, antarbidang studi merupakan pengintegrasian bahan dari beberapa bidang studi. Misalnya, antara bahasa Indonesia dengan matematika atau dengan bidang studi lainnya.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, integratif interbidang studi lebih banyak digunakan. Saat mengajarkan kalimat, guru tidak secara langsung menyodorkan materi kalimat ke siswa tetapi diawali dengan membaca atau yang lainnya. Perpindahannya diatur secara tipis. Bahkan, guru yang pandai mengintegrasikan penyampaian materi dapat menyebabkan siswa tidak merasakan perpindahan materi.

7.   Metode Tematik
Dalam metode tematik, semua komponen materi pembelajaran diintegrasikan dalam tema yang sama dalam satu unit pertemuan. Yang perlu dipahami adalah bahwa tema bukanlah tujuan tetapi alat yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tema tersebut harus diolah dan disajikan secara kontekstualitas, kontemporer, konkret dan konseptual.
Tema yang telah ditentukan haruslah diolah dengan perkembangan lingkungan siswa yang terjadi saat ini. Budaya, sosial, dan religius mereka menjadi perhatian. Begitu pula, isi tema disajikan secara kontemporer sehingga siswa senang. Apa yang terjadi sekarang di lingkungan siswa juga harus terbahas dan terdiskusikan di kelas. Kemudian, tema tidak disajikan secara abstrak tetapi diberikan secara konkret. Semua siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan logika yang dipunyainya. Konsep-konsep dasar tidak terlepas. Siswa berangkat dari konsep ke analisis atau dari analisis ke konsep kebahasaan, penggunaan, dan pemahaman.
Peran guru amat menentukan dalam mendesain kesuksesan pembelajaran bahasa Indonesia di SD. Oleh karena itu, guru bahasa Indonesia diharapkan sebagai berikut:
1)   Guru perlu menekankan bahwa bahasa merupakan sarana berpikir. Keterampilan berbahasa siswa menjadi tolak ukur kemampuan berpikir siswa.
2)   Kreativitas siswa perlu diperhatikan oleh guru terutama dalam kreativitas berbahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
3)   Pembelajaran bahasa Indonesia harus menyenangkan siswa. Oleh karena itu, minat, keingintahuan, dan gairah siswa perlu mendapatkan perhatian.
4)   Ada banyak metode dan teknik yang cocok yang dapat digunakan. Guru tidak perlu monoton, klise, jenuh, dan kehabisan teknik pembelajaran bahasa Indonesia.
5)   Guru harus lebih dahulu memperhatikan apa yang diucapkan siswa sebelum memperhatikan bagaimana siswa mengungkapkan.

8.   Metode Kuantum
Quantum Learning (QL) merupakan metode pendekatan belajar yang bertumpu dari metode Freire dan Lozanov. QL mengutamakan percepatan belajar dengan cara partisipatori peserta didik dalam melihat potensi diri dalam kondisi penguasaan diri.
Gaya belajar dengan mengacu pada otak kanan dan otak kiri menjadi ciri khas QL. Menurut QL bahwa proses belajar mengajar adalah fenomena yang kompleks. Segala sesuatunya dapat berarti setiap kata, pikiran, tindakan, dan asosiasi dan sampai sejauh mana guru/pelatih menggubah lingkungan, presentasi, dan rancangan pengajaran maka sejauh itulah proses belajar berlangsung. Hubungan dinamis dalam lingkungan kelas merupakan landasan dan kerangka untuk belajar (DePorter, 1999-2001). Dengan begitu, pembelajar dapat mememori membaca, menulis, dan membuat peta pikiran dengan cepat.
Dalam QL, yang dipentingkan adalah pemercepatan belajar, fasilitasi, dan konteks dengan prinsip segalanya berbicara, segalanya bertujuan, pengalaman sebelum menemukan, akui setiap usaha pembelajar, dan jika layak dipelajari berarti layak untuk dirayakan. QL mengutamakan konteks dan isi. Konteks berisi tentang (1) suasana yang memberdayakan; (2) landasan yang kukuh; (3) lingkungan yang mendukung; dan (4) rancangan belajar yang dinamis. Kemudian, isi terdiri atas (1) penyajian yang prima; (2) fasilitas yang luwes; (3) keterampilan belajar untuk belajar; dan (4) keterampilan hidup.
Metode pendidikan dirancang dengan sistem induktif, moving action, multi pendekatan, partisipatori, dan pelibatan diri secara sadar dan tidak sadar. Kemudian, tahapannya diatur melalui persepsi, identifikasi diri, aktualisasi diri, penguatan diri, pengukuhan diri dan refleksi. Alam digunakan sebagai sarana dasar dalam mengenal diri sendiri. Kemudian, strategi penemuan konsep dilakukan.
Hasilnya, memang sangat luar biasa. Rata-rata mereka ingin kembali mengikuti kegiatan seperti itu karena keinginan secara total mengetahui kemampuan diri dalam menghadapi informasi yang datang.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:
1)      Peserta sebenarnya merindukan sistem pelatihan yang melibatkan mereka sebagai subjek pelatihan;
2)      Metode pelatihan dianggap baru bagi dirinya, sistem dan struktur pelatihan yang bertumpu pada keinginan peserta lebih direspon secara positif dibandingkan sistem dan struktur yang dianggap baku;
3)      Materi yang berangkat dari diri peserta lebih baik dibanding materi yang ditentukan oleh pelatih;
4)      Bawah sadar akan memunculkan kesadaran baru yang lebih diyakini dapat berfungsi bagi diri peserta pelatihan.
Metode kuantum mencakup petunjuk spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif, merancang kurikulum, menyampaikan isi, dan memudahkan proses belajar. Metode kuantum adalah pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar dengan menyingkirkan hambatan yang menghalangi proses belajar alamiah dengan secara sengaja menggunakan musik, mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun bahan pengajaran yang sesuai, cara efektif pembelajaran, dan keterlibatan aktif siswa dan guru. Asas yang digunakan adalah Bawalah dunia mereka ke dunia kita dan antarkan dunia kita ke dunia mereka.
Ada lima prinsip yang mempengaruhi seluruh aspek metode kuantum. Prinsip tersebut adalah (1) segalanya berbicara; (2) segalanya bertujuan;                   (3) pengalaman sebelum pemberian nama; (4) akui setiap usaha; dan (5) jika layak dipelajari, layak pula dirayakan. Konteks dan isi sangat mendominasi dalam pelaksanaan pembelajaran kuantum. Konteks adalah latar untuk pengalaman pembelajaran. Konteks dianggap sebagai suasana yang mampu memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis. Sedangkan isi berkaitan dengan penyajian yang prima, fasilitas yang luwes, keterampilan belajar untuk belajar, dan keterampilan hidup.
Dalam metode kuantum, siswa dianggap sebagai pusat keberhasilan belajar. Saran-saran yang dikemukakan untuk membangun hubungan siswa dengan siswa adalah sebagai berikut:
1)      perlakuan siswa sebagai manusia sederajat;
2)      ketahuilah apa yang disukai siswa, cara pikir mereka, dan perasaan mereka;
3)      bayangkan apa yang mereka katakan kepada diri sendiri dan mengenai diri sendiri;
4)      ketauilah apa yang menghambat mereka untuk memperoleh hal yang benar-benar mereka inginkan jika guru tidak tahu tanyakanlah ke siswa;
5)      berbicaralah dengan jujur kepada mereka dengan cara yang membuat mereka mendengarnya dengan jelas dan halus; dan
6)      bersenang-senanglah bersama mereka.

9.   Metode Konstruktif
Asumsi sentral metode konstruktivistik adalah bahwa belajar itu menemukan. Meskipun guru menyampaikan sesuatu kepada siswa, mereka melakukan proses mental atau kerja otak atas informasi itu agar informasi tersebut masuk ke dalam. pemahaman mereka. Konstruktivistik dimulai dari masalah (sering muncul dari siswa sendiri) dan selanjutnya membantu siswa menyelesaikan dan menemukan langkah-langkah pemecahan masalah tersebut.
Metode konstruktivistik didasarkan pada teori belajar kognitif yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran generatif, strategi bertanya, inkuiri atau menemukan dan keterampilan metakognitif lainnya (belajar bagaimana seharusnya belajar).
Piaget dan Vigotsky (dalam Nur dan Wikandari, 2001:3) menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui proses ketidakseimbangan dalam upaya memperoleh informasi baru. Untuk itu, dalam konstruktivistik terdapat empat aspek yang penting dalam pengembangan perubahan kognitif yang bertumpu dari aspek sosial dalam belajar. Keempat aspek itu adalah sebagai berikut:
1)   pembelajaran sosial;
2)   zona perkembangan terdekat;
3)   pemagangan kognitif; dan
4)   dukungan tahap demi tahap dan pemecahan masalah.
Dalam konstruktivistik, siswa seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks, sulit, dan realistis. Kemudian, mereka diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugas. Tugas kompleks itu misalnya proyek, simulasi, penyelidikan di masyarakat, menulis untuk dipresentasikan ke pendengar sesungguhnya, dan tugas4ugas autentik lainnya (diambil dari kehidupan nyata).
Selain itu, dalam pengajaran, konstruktivistik lebih menekankan pada pengajaran top-down dari pada bottom up. Top-down yang dimaksud di sini adalah masalah-masalah kompleks dipecahkan siswa terlebih dahulu kemudian menemukan keterampilan dasar yang diperlukan. Sebagai contoh, siswa diberikan konsep dasar paragraf baru kemudian menganalisis kalimat, mengeja, tata bahasa, dan tanda bacanya. Sebaliknya, bottom up lebih menekankan keterampilan dasar untuk mewujudkan keterampilan yang lebih kompleks.
Pembelajaran yang bernaung dalam metode konstruktivistik adalah kooperatif. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok (4 orang dalam satu kelompok) untuk saling membantu memecahakan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.
Kooperatif dilakukan dengan empat siswa yang berbeda-beda dari segi kemampuan atau ukuran kelompok. Siswa ditempatkan ke dalam kelompok kooperatif dan tinggal bersama sebagai satu kelompok untuk beberapa hari. Mereka dilatih keterampilan khusus untuk membantu mereka dapat bekerja sama dengan baik, memberikan penjelasan dengan baik, dan mengajukan pertanyaan dengan baik.
Dalam kooperatif, terdapat berbagai metode sebagai berikut.
1)      Student Teams-Achievement Divisions (STAD), yang menggunakan satu langkah pengajaran di kelas dengan menempatkan siswa ke dalam tim campuran berdasarkan prestasi, jenis kelamin, dan suku. Akhirnya, seluruh siswa dikenai problem (kuis) berkaitan dengan materi dan sesama anggota tim, saat mengerjakan kuis, siswa tidak boleh saling membantu.
2)      Team-Assisted Individualization (TAI) yang lebih menekankan pengajaran individual meskipun tetap menggunakan pola kooperatif.
3)      Gooperative Integrated Reading and Composition (GIRC) adalah bagian metode kooperatif yang komprehensif atau luas dan lengkap untuk pembelajaran membaca dan menulis kelas tinggi. Dalam CIRC, siswa dikelompokkan berdasarkan perbedaan masing-masing sebanyak empat orang. Mereka terlibat ke dalam rangkaian kegiatan bersama, termasuk saling membacakan satu dengan yang lainnya, menulis tanggapan terhadap cerita, saling membuatkan ikhtisar, berlatih pengejaan, serta perbendaharaan kata.
4)      Jigsaw; Dalam jigsaw, siswa dikelompokkan ke dalam tim beranggotakan enam orang yang mempelajari materi akademik yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa subbab. Misalnya, dari enam orang anggota kelompok saat mempelajari tema tokoh besar, masing-masing mempelajari riwayat hidup, prestasi awal, kemunduran yang dialami, dampak dan kiprahnya. Kemudian, para siswa kembali ke timnya dan bergantian menceritakan hasilnya.
5)      Belajar Bersama (learning together); metode ini melibatkan siswa yang bekerja dalam kelompok beranggotakan empat atau lima siswa heterogen untuk menangani tugas tertentu. Kemudian, mereka melaporkan tugas itu. Metode belajar bersama lebih mengarah pada pembinaan kerjasama dan keberhasilannya.
6)      Penelitian Kelompok (Group Investigation) merupakan rencana organisasi kelas umum. Siswa bekerja dalam kelompok kecil dengan menggunakan inkuiri kooperatif (pembelajaran kooperatif yang bercirikan penemuan), diskusi kelompok, dan perencanaan, serta proyek kooperatif.

10.  Metode Partisipatori
Pernahkah Anda menyerahkan kepada siswa tentang topik yang harus ditulis hari itu berkaitan dengan pembelajaran menulis? Jika pernah, Anda dapat dikatakan telah melakukan pembelajaran dengan metode partisipatori. Metode pembelajaran partisipatori lebih menekankan keterlibatan siswa secara penuh. Siswa dianggap sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa didudukkan sebagai subjek belajar. Dengan berpartisipasi aktif, siswa dapat menemukan hasil belajar. Guru hanya bersifat sebagai pemandu atau fasilitator.
Berkaitan dengan penyikapan guru kepada siswa, partisipatori beranggapan bahwa:
1)      setiap siswa adalah unik. Siswa mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Oleh karena itu, proses penyeragaman dan penyamarataan akan membunuh keunikan tersebut. Keunikan harus diberi tempat dan dicarikan peluang agar dapat lebih berkembang;
2)      anak bukan orang dewasa dalam bentuk kecil. Jalan pikir anak tidak selalu sama dengan jalan pikir orang dewasa. Orang dewasa harus dapat menyelami cara merasa dan berpikir anak-anak;
3)      dunia anak adalah dunia bermain;
4)      usia anak merupakan usia yang paling kreatif dalam hidup manusia.
Dalam metode partisipatori, siswa aktif, dinamis, dan berlaku sebagai subjek. Namun, bukan berarti guru harus pasif, tetapi guru juga aktif dalam memfasilitasi dengan suara, gambar, tulisan dinding, dan sebagainya. Guru berperan sebagai pemandu yang penuh dengan motivasi, pandai berperan sebagai mediator, dan kreatif. Konteks siswa menjadi tumpuan utama.
Menurut Freire (dalam Fakih, 2001:58) Pemandu diharapkan memiliki watak seperti berikut ini.
1)      Kepribadian yang menyenangkan dengan kemampuannya menunjukkan persetujuan dan apa yang dipahami partisipan.
2)      Kemampuan sosial dengan kecakapan menciptakan dinamika kelompok secara bersama-sama dan      mengontrolnya tanpa merugikan partisipan.
3)      Mampu mendesain cara memfasilitasi yang dapat membangkitkan partisipan selama proses berlangsung.
4)      Kemampuan mengorganisasi proses dari awal hingga akhir.
5)      Cermat dalam melihat persoalan pribadi partisipan dan berusaha memberikan jalan agar partisipan menemukan jalannya.
6)      Memiliki ketertarikan kepada subjek belajar.
7)      Fleksibel dalam merespon perubahan kebutuhan belajar partisipan.
8)      Pemahaman yang cukup atas metode pokok kursus.
Berikutnya, metode pendidikan partisipatori mempunyai ciri-ciri pokok:
1)    belajar dari realitas atau pengalaman;
2)    tidak menggurui; dan
3)    dialogis.
Kemudian, panduan prosesnya disusun dengan sistem daur belajar dari pengalaman yang distrukturkan saat itu (structural experiences Iearning cycle). Proses tersebut sudah teruji sebagai suatu proses yang memenuhi tuntutan pendidikan partisipatori.
Berikut rincian proses tersebut:
1)    Rangkai-Ulang
2)    Ungkapan
3)   Kaji-Urai
4)   Kesimpulan
5)    Tindakan
Hal di atas sebagai metode pertama. Kemudian, metode berikutnya adalah siswa sebagai subjek, pendekatan prosesnya menerapkan pola induktif kemudian tahapannya sebagai berikut :
1)        Persepsi
2)        Identifikasi diri
3)        Aplikasi diri
4)        Penguatan diri
5)        Pengukuhan diri
6)        Refleksi diri
Semua metode tersebut tentunya memperhatikan tujuan yang akan dicapai, bentuk pendidikannya, proses yang akan dilakukan, materi yang akan disajikan, media atau sarana yang perlu disiapkan, dan peran fasilitator/pemandu.

11 .  Metode Kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah konsepsi pembelajaran yang membantu guru menghubungkan mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan pembelajaran yang memotivasi siswa agar menghubungkan pengetahuan dan terapannya dengan kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Metode kontekstual muncul sebagai reaksi terhadap teori behavioristik yang telah mendominasi pendidikan selama puluhan tahun. Metode kontekstual mengakui bahwa pembelajaran merupakan proses kompleks dan banyak fase yang berlangsung jauh melampaui drill oriented dan metode Stimulus and Response. Menurut Nur (2001) pengajaran kontekstual memungkinkan siswa menguatkan, memperluas, menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan di luar sekolah agar siswa dapat memecahkan masalah-masalah dunia nyata atau masalah-masalah yang disimulasikan.
Perlu diingat bahwa metode kontekstual merupakan konsep teruji yang menggabungkan banyak penelitian terakhir dalam bidang kognitif. Oleh karena itu, metode kontekstual dapat digunakan dalam pembelajaran di kelas. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning atau CTL) menawarkan strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa dalam belajar lebih bermakna dan menyenangkan. Strategi yang ditawarkan dalam CTL ini diharapkan dapat membantu siswa aktif dan kreatif. Untuk itu, dalam menjalankan strategi ini, guru dituntut lebih kreatif pula.
Dalam strategi ini ada tujuh elemen penting, yaitu: inkuiri (inquiry), pertanyaan (questioning), konstru ktivistik (constructivism), pemodelan (modeling), Masyarakat Belajar (learning community), penilaian autentik (authentic assessment), dan refleksi (reflection). Diharapkan ke tujuh unsur ini dapat diaplikasikan dalam keseluruhan proses pembelajaran.
1)   Penemuan (Inquiry)
Penemuan (inquiry) merupakan bagian inti kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Siswa tidak menerima pengetahuan dan keterampilan hanya dari mengingat seperangkat fakta-fakta saja, tetapi berasal dari pengalaman menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang pembelajaran yang bersumber dari penemuan. Misalkan saja untuk mengajarkan kalimat majemuk, guru tidak menyampaikan fakta saja melalui ceramah, melainkan siswa menjodoh-jodohkan kalimat tunggal sampai mereka menemukan ciri kalimat majemuk. Tentunya, pembelajaran dirancang dengan menarik dan menantang. Siswa dapat menemukan sendiri tanpa harus dari buku.
Berikut ini siklus penemuan:
a.       Observasi
b.      Bertanya
c.       Mengajukan dugaan
d.      Pengumpulan data
e.       Penyimpulan
2)   Pertanyaan (Questioning)
Biasanya, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang berawal dari sebuah pertanyaan. Untuk mengetahui Chairil Anwar, biasanya muncul pertanyaan Siapa Chairil Anwar itu? Barulah, seseorang membuka buku, bertanya, dan mendiskusikan Chairil Anwar. Pertanyaan berguna untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan siswa. Bagi siswa, pertanyaan berguna untuk menggali informasi, mengecek informasi yang didapatnya, mengarahkan perhatian, dan memastikan penemuan yang dilakukannya.
3)   Konstruktivistik (Constructivism)
Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-idenya. Dengan begitu, siswa dapat mengkonstruksikan gejala-gejala dengan pemikirannya sendiri. Konstruktivistik merupakan landasan berpikir (filosofis) metode kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak ketika. Manusia harus mengkonstruksikan pengetahuan dan memberi makna melalui pengalaman tidak melalui ingatan dan hafalan saja.
Dalam belajar berbahasa Anda tentunya tidak berceramah tentang cara menulis tetapi menyuruh siswa langsung menulis. Dari pengalaman menulis itu, siswa akan tahu tentang apa dan bagaimana menulis itu. Dengan begitu, siswa dapat mengkonstruksikan konsep dasar menulis itu. Biasakanlah siswa melakukan, mengidentifikasi, mendemonstrasikan, menciptakan, membaca langsung, berbicara, dan seterusnya.

Sebagai guru, Anda perlu (1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa; (2) memberikan kesempatan siswa menemukan dan menerapkan ide sendiri; dan (3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar. Dengan begitu, pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila selalu diuji dengan pengalaman baru.
4)   Pemodelan (Modeling)
Pernahkah Anda menunjukkan rekaman membaca puisi kepada siswa agar siswa tahu bahwa membaca puisi yang indah dan bagus itu seperti suara dari rekaman? Jika pernah, berarti Anda telah melakukan pemodelan. Pemodelan adalah pemberian model agar siswa dapat belajar dari model tersebut. Bisa jadi, guru memberikan model karya tulis, model paragraf, model kalimat, dan seterusnya. Dari model itu, siswa mengidentifikasi selanjutnya membuat seperti model yang ditunjukkan.
Dalam kontekstual, guru bukanlah model satu-satunya. Model dapat diambil dari mana saja. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa ditunjuk Untuk menjadi model di hadapan teman lainnya, misalnya untuk lafal tertentu. Dapat pula, model didatangkan dari luar kelas, misalnya, tokoh masyarakat, petani, pegawai bank, dan seterusnya didatangkan ke kelas untuk bercerita tentang tugasnya kemudian siswa menulis tugas tersebut.
5)   Masyarakat Belajar (Learning Community)
Kerjasama dengan orang lain dapat memberikan pengalaman belajar bagi siswa. Siswa dapat mengembangkan pengalaman belajarnya setelah berdiskusi dengan temannya. Masyarakat belajar menyarankan bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari bertukar pendapat dengan temannya, dengan orang lain, antara yang tahu dengan yang belum tahu, di ruang kelas, di ruang lain, di halaman, di pasar, atau di mana pun.

Dalam kelas yang kontekstual, Anda disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok belajar. Siswa belajar di kelompok yang anggota-anggotanya diharapkan heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah. Yang tahu berada di kelompok yang belum tahu. Yang cepat menangkap berada satu kelompok dengan yang lambat. Kelompok siswa diupayakan dapat selalu bervariasi dari segi apapun.
Masyarakat belajar dapat terjadi jika terjadi komunikasi dua arah atau lebih. Guru berdialog dengan siswa bukan berarti Masyarakat Belajar. Kemudian, kegiatan belajar akan berjalan dengan baik apabila kelompok tidak didominasi anggotanya. Semua anggota kelompok upayakan terbuka, bebas berbicara, dan saling aktif. Fungsi guru sebagai fasilitator dibutuhkan dalam konteks Masyarakat Belajar tersebut.
6)   Penilaian Autentik (Authentic Assessment)
Perkembangan belajar siswa tentunya perlu Anda ketahui. Dalam kontekstual, perkembangan belajar siswa dapat diketahui melalui pengumpulan data dari aktivitas belajar siswa secara langsung di kelas. Penilaian tidak dilakukan di belakang meja atau di rumah saja tetapi juga di saat siswa aktif belajar di kelas. Dengan begitu, tidak akan ada komentar dari siswa bahwa siswa X meskipun tidak banyak berbicara di kelas ternyata nilainya bagus. Sedangkan siswa yang banyak mendebat, berbicara, dan bercerita mendapatkan nilai rendah karena dalam ujian tulis bernilai rendah. Untuk itu, Anda perlu mengupayakan nilai siswa berasal dari sesuatu yang autentik.
Data yang diperoleh dari siswa haruslah dari situasi nyata. Guru tidak boleh ngaji (ngarang biji-angka nilai). Nilai yang diperoleh siswa memang mencerminkan keadaan siswa yang sebenarnya. Dapatkah Anda berlaku seperti itu? Jawabnya, Anda harus dapat memberikan penilaian autentik jika menginginkan menjadi guru yang ekselen.
Penilaian autentik dapat diperoleh melalui projek, PR, kuis, karya siswa, presentasi, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis, karya tulis, atau yang lainnya. Dengan begitu, penilaian autentik benar-benar menggambarkan proses siswa dalam belajar dari awal sampai akhir. Penilaian dilaksanakan secara berkesinambungan, terintegrasi, terbuka, dan terus-menerus.
7)   Refleksi (Reflection)
Yang terakhir dalam metode kontekstual, refleksi sangat dibutuhkan. Pernakah Anda mengungkapkan kembali apa-apa yang pernah dialami sebelumnya? Jika pernah, berarti Anda telah melakukan refleksi. Ungkapan kembali itu tentunya dengan kalimat sendiri,
singkat, atau bahkan dalam bentuk nyanyian. Jadi, refleksi adalah kegiatan merenungkan kembali, mengingat kembali, mengkonstruksi ulang, atau membuat pengalaman. Dengan begitu, kalau refIeksi diterapkan kepada siswa di kelas, siswa berarti telah mengalami pengendapan pengetahuan atau keterampilan yang telah dilakukannya.
Refleksi merupakan respon terhadap pengalaman yang telah dilakukan, aktivitas yang baru dijalani, dan pengetahuan yang baru saja diterima. Dengan merefleksikan sesuatu, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajari. Refleksi tersebut dapat dilakukan per bagian, di akhir jam pelajaran, di akhir bab/tema, atau dalam kesempatan apapun. Realisasi refleksi dapat berupa pernyataan spontan siswa tentang apa yang diperolehnya hari itu, lagu, puisi, kata kunci, cerita siswa, cerita guru, catatan di lembar kertas, diskusi, dan yang lain-lainnya.


 Keanekaragaman metode pembelajaran bahasa Indonesia menuntut kecermatan guru menggunakannya sesuai dengan kompetensi dasar dan materi pokok yang akan diajarkan kepada siswa. Hal itu perlu dilakukan agar pembelajaran bahasa Indonesia tidak monoton. Artinya, pembelajaran bahasa Indonesia yang selama ini dilakukan secara tradisional dan membosankan harus diubah menjadi pembelajaran yang PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif dan Menyenangkan). Perubahan tersebut tentunya membutuhkan keberanian menguji, memperbaiki, bahkan mengubah sistem dengan menyesuaikan realitas yang ada dan berkembang selama ini di masyarakat.
     Untuk dapat mengajarkan bahasa Indonesia sesuai dengan tuntutan kurikulum 2004, guru tidak cukup hanya menyiapkan perangkat pembelajaran yang berupa silabus dan sistem pengujian, guru juga harus selalu siap memperbaiki persiapan mengajarnya kalau ia berdiri di depan kelas. Guru yang senantiasa siap menyesuaikan diri dengan keadaan dan kebutuhan siswa di kelas, tidak asal mengikuti saja setiap langkah yang sudah disiapkan sebelumnya, akan tampil sebagai seorang guru yang membuat pelajaran bahasa Indonesia menjadi pelajaran yang menarik bagi siswa. Siswa akan merasa tertarik dengan mata pelajaran bahasa Indonesia karena bahan ajar dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan siswa. Pekerjaan seperti ini sungguh memberikan tantangan yang besar kepada guru bahasa Indonesia. Dengan demikian, guru bahasa Indonesia tidak asal orang yang dapat berbicara dalam bahasa Indonesia, tetapi ia harus mampu mengajarkan bahasa Indonesia dengan metode yang bervariasi.


0 Response to "METODE PENGAJARAN BAHASA INDONESIA SD"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel