KEKERASAN DI SEKOLAH: FAKTOR PENDORONG DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA
Tindakan
kekerasan yang terjadi di sekolah yang menjadikan siswa sebagai korban kian
meningkat. Dari beberapa media, baik cetak maupun tulis, kita dapat memeroleh
informasi tentang kekerasan yang dialami oleh siswa. Pelaku kekerasan ini
dilakukan oleh sesama siswa maupun guru.
Detik News (22/12/2008) melaporkan bahwa selama tahun
2008 kekerasan terhadap siswa di lingkungan sekolah sangat menonjol. Terdapat
406 kasus kekerasan bagi siswa yang dilakukan sesama siswa maupun guru. Dari
laporan tersebut, terungkap bahwa khusus kekerasan yang dilakukan oleh guru
terhadap siswa, 116 kasus dilakukan oleh bapak guru sedang 16 kasus oleh ibu
guru.
Data yang hampir sama juga disampaikan oleh Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang melaporkan bahwa selama tahun 2008
telah terjadi 1.926 kasus kekerasan bagi anak. Dari jumlah tersebut, 28 % (540
kasus) terjadi di lingkungan sekolah (Tempo
Interaktif, 14/12/2008). Dalam kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan
sekolah, sebanyak
48 persen kekerasan dilakukan oleh guru, 42 persen oleh teman sekolah dan
sisanya dari unsur sekolah lain seperti penjaga sekolah.
Berdasarkan data di atas, ada beberapa hal yang patut
mendapat perhatian bagi praktisi pendidikan, yakni: 1) jumlah tindak kekerasan
yang dilaporkan tersebut barulah data yang dilaporkan ke pihak berwajib.
Artinya, potensi tindak kekerasan masih berkemungkinan jauh lebih besar dari
data yang ada karena adanya kasus yang tidak dilaporkan, 2) tindak kekerasan
yang terjadi sangat memprihatinkan bagi kita karena melibatkan guru yang
notabene adalah pendidik cukup dominan, 3) tindak kekerasan tahun 2008 ini
cukup tinggi dengan motif yang semakin beragam, salah satunya kekerasan kelompok
oleh siswa.
Tindak kekerasan yang terjadi ini sudah pasti
menimbulkan efek negatif bagi korban, pelaku, dan dunia pendidikan secara umum.
Bagi korban, kekerasan yang dialami dapat menimbulkan trauma yang
berkepanjangan, penderitaan fisik, rasa malu dan bersalah, bahkan putus
sekolah. Bagi pelaku tindak kekerasan dapat mengakibatkan munculnya rasa
bersalah yang berkepanjangan, stres, sanksi hukum, dan juga putus sekolah.
Secara umum bagi dunia pendidikan, berkembangnya kasus kekerasan di sekolah
merupakan sebuah ironi. Institusi pendidikan merupakan tempat bagi kaum
terdidik untuk belajar tentang nilai-nilai persaudaraan, penghargaan,
kebersamaan, dan nilai kemanusiaan lainnya. Berkembangnya kekerasan di
lingkungan sekolah akan merusak citra sekolah sebagai lembaga pendidikan.
B.
Bentuk-bentuk
Kekerasan
Kekerasan yang terjadi di sekolah dapat terjadi dalam
beragam bentuk. Riauskina (2005) membagi bentuk kekerasan di sekolah menjadi 5
jenis sebagai berikut.
1. Kontak fisik langsung.
Kontak fisik langsung dapat berupa memukul,
mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan,
mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang-barang yang
dimiliki orang lain.
2. Kontak verbal langsung, seperti mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi
panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put-downs),
mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip.
3. Perilaku non-verbal langsung, seperti melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi
muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam; biasanya disertai oleh kekerasan fisik atau verbal.
4. Perilaku non-verbal tidak
langsung, seperti mendiamkan seseorang, memanipulasi
persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan,
mengirimkan surat kaleng.
5.
Pelecehan seksual, seperti perilaku agresi fisik atau
verbal.
C.
Faktor
Pendorong Lahirnya Kekerasan
Tindakan
kekerasan yang terjadi di sekolah merupakan masalah yang harus segera dicari
akar masalahnya. Persoalan tindak kekerasan di dunia pendidikan bukanlah
sesuatu yang berdiri sendiri tanpa sebab.
Berikut
ini diidentifikasi sejumlah faktor yang dapat menjadi faktor lahirnya kekerasan
di sekolah.
1. Pengaruh
tayangan berbau kekerasan di layar televisi. Berbagai tindakan kekerasan
tersaji dengan mudah yang dikemas dalam berbagai bentuk ditayangkan melalui
televisi, misalnya film, berita, termasuk sinetron. Berdasarkan data yang
dihimpun Komisi Penyiaran Indonesia Sulawesi Selatan, selama tahun 2008
terdapat 104 (34,3 %) tayangan berbau kekerasan yang dilaporkan masyarakat.
Tayangan tersebut mengandung unsur kekerasan termasuk kekerasan verbal berupa
makian atau mengandung kata-kata kasar.
Maraknya tayangan kekerasan ini dapat menginspirasi pelajar untuk
melakukan tindakan kekerasan terhadap sesama pelajar. Bukti kongkret dari efek
negatif tayangan kekerasan bagi perkembangan moral siswa adalah kasus smack down sesama pelajar yang terjadi
beberapa waktu yang lalu.
2. Kekerasan merupakan
refleksi kehidupan sosial bangsa saat ini yang diwarnai berbagai konflik. Dengan mudah kita bisa menyaksikan konflik
bernuansa kekerasan di lingkungan kita, misalnya konflik pemilihan kepala
daerah, tawuran pelajar, konflik sosial berlatar belakang suku/etnik. Kekerasan
di lingkungan pendidikan menjadi
harga mahal yang harus dibayar atas
konflik yang melanda. Setiap saat masyarakat disuguhi pengalaman hidup yang mengerikan seperti
merusak, membakar, dan membunuh (Sultan, 2008). Masyarakat kita, termasuk pelajar tumbuh dalam ‘arena kekerasan’. Akibatnya, mereka cenderung menggunakan cara-cara kekerasan dalam
menyelesaikan permasalahannya.
3. Kegagalan
pendidikan nilai. Pendidikan nilai gagal membentuk kepribadian yang baik dan
watak yang utuh (Sudarminta, 2002; 459). Pendidikan gagal membentuk karakter
manusia yang berbudaya dan berakhlak, sebaliknya lebih sukses menghasilkan
manusia yang pintar. Pintar dalam arti memiliki kecerdasan otak tetapi tidak
disertai pemahaman nilai.
D.
Alternatif
Pemecahan Masalah Kekerasan di Sekolah
Untuk mengatasi berbagai tindak kekerasan yang terjadi
di sekolah, maka beberapa hal berikut diajukan sebagai solusi untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Meredefinisi pendidikan nilai di sekolah. Pendidikan nilai adalah pembentukan watak peserta didik melalui proses pendidikan di sekolah. Beberapa hal berikut ini layak
untuk diterapkan:
a. Memberikan keteladanan kepada peserta didik. Jika di
sekolah diharapkan tindakan kekerasan terkikis habis, maka proses pendidikan
yang berlangsung harus menghilangkan cara-cara kekerasan. Misalnya saja, jika
sekolah tidak membenarkan sesama murid saling memukul, maka guru juga tidak
dibenarkan untuk memukul siswa dalam kondisi apapun. Begitu pula jika seluruh
siswa diharapkan bersekolah dengan disiplin, maka seluruh proses pendidikan
dilaksanakan melalui disiplin yang konsekuen.
b. Melalui
pembelajaran pendidikan nilai yang dapat membentuk watak dan kepribadian siswa
diintegrasikan dengan pembelajaran. Sikap dan watak siswa yang diharapkan
dinilai sebagai bagian dari proses pembelajaran.
c. Mengembangkan
pendidikan nilai melalui program ekstrakurikuler. Misalnya, melalui kelompok
pengajian siswa, pembinaan rohani siswa, pramuka dan kegiatan lainnya yang
menanamkan nilai-nilai yang baik bagi siswa.
2. Menciptakan sekolah yang ramah bagi anak.
Sekolah yang ramah bagi anak adalah sekolah yang menghindarkan berbagai
aktivitas ataupun konsekuensi dari cara-cara kekerasan dengan cara;
a. Memberi
pengawasan anak-anak yang berakhlak kurang baik dan atau berperingai kasar
b. Melakukan
pendamping setiap anak yang coba-coba melakukan kekerasan terhadap siswa
lainnya
c. Pihak
sekolah dan diknas pendidikan melakukan pembinaan intensif terhadap para guru
agar tidak melakukan kekerasan.
d. Mengawasi
guru yang pernah melakukan kekerasan. Tindakan langsung dan disertai sanksi
terhadap guru maupun warga sekolah yang melakukan kekerasan.
e. Membuka
keterbukaan agar siswa mau dan berani melapor bila ada elemen sekolah yang
melakukan kekerasan. Lindungi anak-anak yang melapor agar tidak dijadikan
target ancaman.
f. Kenaikan kelas tidak hanya didasari oleh prestasi akademik, tetapi juga mencakup penilaian akhlak.
f. Kenaikan kelas tidak hanya didasari oleh prestasi akademik, tetapi juga mencakup penilaian akhlak.
g. Membatasi
kewenangan senior terhadapat yunior. OSIS dan
atau organisasi pelajar sangat bermanfaat untuk pembinaan akhlak anak didik
agar tidak melakukan kekerasan.
h. Sekolah
mewajibkan anak-anak mengikuti ekstrakulikuler terkait dengan leadership dan atau akhlak. Sekolah
harus memprogramkannya dengan baik. Kerja sama dengan pesantren
dan atau ulama dalam pembinaan moral anak.
3. Menerapkan
disiplin sekolah yang dipahami dan dimengerti oleh seluruh warga sekolah.
a.
Membuat pedoman perilaku dan tata krama yang dipahami
oleh seluruh warga sekolah dan juga disosialisasikan kepada orang tua
b.
Menegakkan budaya disiplin ramah bukan disiplin
militer. Hukum bagi anak didik yang melanggar disiplin harus diberi sanksi yang
mendidik dan tidak seperti militer.
c.
Mengajak para orang tua untuk merubah pola didik di
rumah agar tidak memilih cara kekerasan
dalam mengasuh anak-anaknya
d.
Membuat perjanjian dengan orang tua terhadap sanksi
anak-anak mereka yang melakukan kekerasan terhadap temannya dan atau pihak
lain. Bila perlu nota kesepakatan diberi materi dan dilakukan dihadapan saksi
baik dari perwakilan komite sekolah atau diknas. Hal ini agar ada tanggung
jawab dan sekaligus tidak ada kesalahpahaman dari orang tua jika pihak sekolah
menegakkan disiplin.
e.
Bekerja sama dengan polisi dalam penyuluhan akibat
hukum dari orang yang melakukan kekerasan di sekolah. Jika terjadi
kekerasan yang termasuk pada
tindak kriminal,
maka harus diupayakan ada keterlibatan pihak polisi dalam menanganinya. Bahkan
para orang tua juga harus ikhlas jika memang putra dan atau putrinya telah
melakukan kekerasan
yang amat berat, untuk diproses sesuai sesuai hukum.
E.
Kesimpulan
Berdasarkan
pemaparan di atas, disimpulkan beberapa hal.
1. Fenomena tindakan kekerasan yang terjadi di sekolah
menunjukkan angka yang cukup tinggi.
2.
Tindakan kekerasan oleh pelajar di sekolah terjadi
dalam berbagai bentuk, bukan hanya fisik tetapi juga nonfisik.
3. Kekerasan yang terjadi di sekolah diebabkan merebaknya
tayangan kekerasan di televisi, maraknya tindak kekerasan di masyarakat, dan
kegagalan pendidikan nilai di sekolah.
4. Berbagai
aksi kekerasan di sekokah dapat dicegah melalui; a) redefinisi pendidikan
nilai, b) menciptakan sekolah ramah anak, dan c) menerapkan disiplin sekolah
yang konsekuen.
0 Response to "KEKERASAN DI SEKOLAH: FAKTOR PENDORONG DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA"
Posting Komentar