KEGIATAN DAN MEDIA PEMBELAJARAN SASTRA
A. PENDAHULUAN
Salah satu warisan kebudayaan bangsa Indonesia berupa sastra Indonesia. Sebagai ahli waris, siswa harus mengenal, memahami, dan menghargai sastra miliknya. Namun, harapan akan tinggal harapan andaikata saja pihak sekolah tidak atau kurang berupaya sedemikian rupa untuk secara sadar dan sengaja memperkenalkan dan mendekatkan siswa pada karya-karya sastra.
Kesadaran itulah tampaknya yang mendorong agar sastra Indonesia mendapat tempat untuk dipelajari siswa di sekolah, meskipun pada kenyataannya sastra belumlah merupakan satu bidang studi yang berdiri sendiri. Pembelajaran sastra notabene merupakan bagian saja dari pembelajaran Bahasa Indonesia.
Dimasukkannya pembelajaran sastra ke dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kiranya dapat dimaklumi, karena secara umum -- dalam salah satu definisinya -- sastra adalah segala sesuatu yang ditulis (Wellek & Warren, 1956: 20), kendatipun pengertian semacam itu dianggap terlalu luas dan juga terlalu sempit (Barnet-Berman-Burto, 1967: 7). Dianggap terlalu luas karena, dengan demikian, semua buku termasuk sastra. Dianggap terlalu sempit dengan keberatan bahwa macam balada yang dinyanyikan dan cerita yang dibacakan, dengan demikian, tidak termasuk dalam sastra.
Secara lebih khusus Robert Frost menyatakan bahwa sastra adalah suatu pengungkapan dalam kata (a performance in words) (Barnet-Berman-Burto, 1967: 1). Karya sastra bukan hanya bahasa yang dipakai untuk merealisasikannya, tetapi harus dianggap sebagai pernyataan yang sangat kompleks dan luas tentang dunia penulis dan pembacanya (Moody, 1972: 3). Sastra merupakan karangan rekaan, hasil cipta seseorang sebagai ungkapan penghayatannya ke dalam wujud bahasa (Rusyana, 1982: 4). Sebagai suatu karya seni yang menggunakan bahasa sebagai medianya, sastra sangat mengutamakan dan setia terhadap hidup, terhadap manusia, dan terhadap bahasa (Ahmadi, 1980: 10).
Fungsi sastra kiranya tidak perlu diragukan lagi. Norman Podhoretz ketika diwawancarai Arwah Setiawan mengemukakan bahwa sastra dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap cara berpikir orang mengenai hidup, baik dan buruk, benar dan salah, dan cara hidupnya sendiri dan bangsanya (Soeharianto, 1976: 25). Pendek kata, sastra memberikan berbagai kepuasan yang sangat tinggi nilainya, yang tidak dapat diperoleh dengan cara lain (Moody, 1972: 2). Sastra memberikan pengaruh yang menguntungkan kepada penikmatnya (Barnet-Berman-Burto, 1967: 8).
Yang menjadi masalah sekarang adalah bagaimana proses pembelajaran sastra itu berlangsung dan media-media apa saja yang dipakai untuk mengajarkan sastra supaya hasil yang diharapkan dapat mewujud?. Proses pembelajaran sastra melibatkan guru sastra, pihak yang mengajarkan sastra, media sebagai sarana dan siswa, sebagai subjek yang belajar sastra. Masalah di atas dapat disederhanakan menjadi bagaimana upaya yang seyogianya ditempuh yang memungkinkan siswa dapat belajar sastra dengan seefektif mungkin.
B. PEMBAHASAN
A. Kegiatan Sastra
a. Kegiatan Pembelajaran Sastra
Contoh kegiatan Pembelajaran Sastra
Apresiasi
Secara harfiah kata apresiasi berarti pengertian, pengetahuan, atau penghargaan terhadap sesuatu, misalnya karya sastra. Dengan demikian, apresiasi sastra merupakan pengetahuan, pengertian, atau penghargaan terhadap cipta sastra (Wardani, 1981:1).
Kegiatan mengapresiasi dapat melibatkan kompetensi berbahasa lainnya. Setelah membaca, guru dapat meminta siswa menuliskan kembali (meringkas) cerita dan menuliskan pemeran cerita, karakterisasi, latar cerita. Menurut Rusyana (2003:4) menulis merupakan salah satu kompetensi dalam pembelajaran sastra untuk beroleh kemampuan berekspresi sastra. Ia menyebutkan menulis puisi, cerita pendek, dialog, dongeng dan drama singkat sebagai contoh kegiatan menulis yang dapat dilakukan siswa. Untuk mewujudkan kegiatan tersebut, guru harus menjelaskan bagaimana melibatkan perasaan siswa terhadap tokoh cerita yang dibaca oleh siswa dan bagaimana menghubungkan segala unsur yang ada dalam cerita dengan kehidupan sosial, budaya, dan agama yang dianut oleh mereka. Perspektif sosial dan budaya dalam mengidentifikasi karya sastra dikemukakan oleh Beach dan Marshall (1991), sedangkan perspektif religi oleh Moody (1970).
Apresiasi berhubungan dengan sikap dan nilai. Disick (dalam Wardani, 1981:1) menggolongkan apresiasi sebagai tingkatan tertakhir yang dapat dicapai dalam domain afektif, yang pencapaiannya memerlukan waktu yang sangat panjang dan prosesnya berlangsung terus setelah pendidikan formal berakhir. Sehubungan dengan hal tersebut, kiranya dapat dipahami bahwa apresiasi sastra yang sempurna sulit dicapai di bangku pendidikan. Oleh karena itu, apresiasi yang dibina dibangku pendidikan dapat dikatakan merupakan suatu proses menuju apresiasi yang sebenarnya. Proses apresiasi dapat dibagi dalam beberapa tingkatan (Wardani, 1981:1), yaitu:
1. Tingkat menggemari, yang ditandai oleh adanya rasa tertarik pada buku-buku sastra serta adanya keinginan untuk membacanya.
2. Tingkat menikmati, yaitu mulai dapat menikmati cipta sastra karena mulai tumbuh pengertian.
3. Tingkat mereaksi, yaitu mulai ada keinginan untuk menyatakan pendapat tentang cipta sastra yang dinikmatinya, misalnya dengan menulis sebuah resensi atau debat dalam suatu diskusi sastra. Pada tingkat ini, siswa juga berkeinginan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan sastra.
4. Tingkat produktif, yaitu mulai ikut menghasilkan cipta sastra.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa apresiasi sastra dalam pengajaran sastra bukan hanya penghargaan/penilaian terhadap sebuah karya sastra, melainkan juga berbagai variasi tingkatan yang dapat dicapai dalam proses menuju ke apresiasi yang sebenarnya.
B. Media Pembelajaran
a. Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan. Cukup banyak batasan yang dibuat orang. Asosiasi Teknologi Pendidikan misalnya mengatakan bahwa media adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyampaikan pesan atau informasi.
Gagne (1978) mengartikan media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Sementara Heinich dan Russell (1989) mengartikan media sebagai saluran untuk komunikasi yang berasal dari bahasa Latin yang berarti “antara” yang digunakan untuk menyalurkan informasi antara pengirim dan penerima. Dari batasan-batasan itu dapat kita rumuskan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa.
Satu hal yang jarang terpikirkan dalam pengajaran sastra adalah median dan pembinaannya. Kadang-kadang, pengajaran sastra begitu puas dengan “bermediakan” karya sastra saja. Padahal, seberapa menarik pun karya sastra yang dipilih, jika tampa media pengajaran yang menunjang sesungguhnya kurang memberikan suasana menarik. Anehnya, masalah media dan pembinaan pengajaran sering diabaikan.
Seorang pakar media, Edgar Dale menggambarkan bahwa alat bantu pengajaran sangatpenting dalam proses belajar mengajar. Alat bantu (media) tersebut berfungsi untuk memperlancar tujuan pendidikan. Bahkan bebara ahli pengajaran sering menyarankan agar pengajar yang masuk dalam kelas bias membawa “sapid an rumpur”, jangan sekedar membawa lukisan sapid an rumput. Maksudnya, media pengajaran “asli” (alami) memang sungguh lebih menarik dibanding media sekunder. Bahwa media primer dan media sekunder sama-sama penting, tetapi media primer tetap memegang peranan plus disbanding sekunder.
Untuk memilih media pengajaran sastra yang baik, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan, yakni: (a) harus dipahami betul usia yang harus dipergunakan, lingkungan social budaya, dan karateristik subyek didik; (b) kemudahan mendapatkan media; (c) membantu kelancaran pengajran;(d) menerik tidaknya bagi yang akan mempergunakan.
B. Manfaat dan Pedoman Penggunaan Media
Media sangat bermanfaat untuk menunjang proses pembelajaran, manfaat itu adalah sebagai berikut.
1. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para siswa. Pengalaman tiap-tiap siswa berbeda. Kehidupan keluarga dan masyarakat sangat menentukan macam pengalaman yang dimliki oleh siswa. Dua anak yang hidup di dua masyarakat atau lingkungan yang berbeda, akan mempunyai pengalaman yang berbeda. Ini disebabkan karena berbedanya “kesempatan untuk mengalami” yang diperoleh anak-anak. Ketersediaan buku, bacaan-bacaan, kesempatan berdarmawisata, dan lain-lain adalah faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak-anak. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan-perbedaan ini jika siswa tidak mungkin untuk dibawa ke objek yang dipelajari, maka objeklah yang dibawa ke siswa.
2. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh siswa. Ini disebabkan oleh:
• objek terlalu besar, misalnya lingkungan pasar, terminal, stasiun, pelabuhan, candi, ikan paus, dan lain-lain. Dengan media seperti gambar, foto, slide, atau film, kita dapat menampilkannya ke hadapan siswa;
• beberapa objek, makhluk hidup, dan gerakan-gerakan terlalu kecil untuk diamati dengan mata telanjang, misalnya: bakteri, sel darah, protozoa, dan lain-lain. Dengan bantuan gambar, film, dan mikroskop sebagai media pembelajaran dapat memperbesar dan memperjelas objek-objek tadi.
• gerakan-gerakan yang terlalu lambat untuk diamati seperti proses kepompong menjadi kupu-kupu dapat diikuti prosesnya dalam beberapa saat saja dengan teknik time-lapse dengan media fotographi, film, atau komputer;
• gerakan-gerakan yang terlalu cepat dan sulit ditangkap mata biasa, misalnya kepakan sayap burung, laju peluru, komet, dan lain-lain dapat diamati dengan media;
• ada kalanya objek yang akan dipelajari terlalu kompleks seperti peredaran darah atau siklus air hujan dapat ditampilkan dengan gambar, skema, atau simulasi komputer;
• bunyi-bunyi yang amat halus yang semula tidak mungkin ditangkap telingan menjadi jelas didengar dengan menggunakan media;
• rintangan-rintangan untuk mempelajari musim, iklim, dan geografi secara umum dapat diatasi. Kehidupan ikan-ikan di dasar laut atau kehidupan gajah di hutan dapat dihadirkan di depan kelas melalui media;
• kejadian langka yang terjadi di masa lalu atau terjadi sekali dalam puluhan tahun dapat ditampilkan melalui rekaman video, film, foto, dan slide;
• kejadian atau percobaan yang dapat membahayakan dapat disimulasikan dengan media seperti komputer, film, dan video.
3. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dan lngkungannya.
4. Media menghasilkan keseragaman pengamatan. Persepsi yang dimiliki si A berbeda dengan si B, bila si A hanya pernah mendengar sedangkan si B pernah melihat sendiri bahkan pernah memegang, meraba, dan merasakannya. Pengamatan yang dilakukan oleh siswa bersama-sama diarahkan kepada hal-hal yang penting yang dimaksudkan oleh guru.
5. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkret dan realistis. Sering kali sesuatu yang diterangkan oleh guru diterima sebagai konsepsi yang berbeda oleh siswa yang berbeda pula. Penggunaan media seperti gambar, film, objek, model, grafik, dan lain-lain bisa memberikan konsep dasar yang benar.
6. Media membangkitkan motivasi dan rangsangan anak untuk belajar. Pemasangan gambar-gambar di papan tempel, pemutaran film, mendengarkan rekaman atau radio merupakan rangsangan-rangsangan tertentu ke arah keinginan untuk belajar.
7. Media membangkitkan keinginan dan minat guru. Dengan menggunakan media pembelajaran, horizon pengalaman anak semakin luas, persepsi semakin tajam, konsep-konsep dengan sendirinya semakin lengkap. Akibatnya keinginan dan minat untuk belajar selalu muncul.Media memberikan pengalaman yang integral atau menyeluruh dari yang konkret sampai hal yang bersifat abstrak. Sebuah film Candi Borobudur misalnya, dapat memberikan imaji yang konkret tentang wujud, ukuran, lokasi candi, dan sebagainya.
Setiap program pembelajaran harus direncanakan secara sistematis dengan memusatkan perhatian kepada siswa. Program pembelajaran direncanakan berdasarkan kebutuhan dan karakteristik siswa serta diarahkan kepada perubahan tingkah laku siswa dengan tujuan yang kan dicapai. Dalam perencanaan ini media yang akan dipakai dan cara penggunaannya harus dipertimbangkan dan ditentukan dengan saksama.
Untuk memilih media pengajaran sastra yang baik, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan, yakni: (a) harus dipahami betul usia yang harus dipergunakan, lingkungan sosial budaya, dan karateristik subyek didik; (b) kemudahan mendapatkan media; (c) membantu kelancaran pengajaran;(d) menarik tidaknya bagi yang akan mempergunakan.
Ada beberapa pedoman umum yang perlu diperhatikan dalam penggunaan media dalam proses pembelajaran.
1. Tidak ada satu media yang terbaik untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran, karena masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
2. Penggunaan media harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
3. Penggunaan media harus mempertimbangkan kecocokan ciri media dengan karakteristik materi pelajaranyang disajikan.
4. Penggunaan media harus disesuaikan dengan bentuk kegiatan belajar yang akan dilaksanakn, seperti belajar secara klasikal, belajar dalam kelompok kecil, belajar secara individual.
5. Penggunaan media harus disertai persiapan yang cukup, seperti mengecek media yang akan dipakai, mempersiapkan serbagai peralatan yang dibutuhkan di ruang kelas sebelum pengajaran di mulai.
6. Siswa perlu disiapkan sebelum media pembelajaran digunakan agar mereka dapat mengarahkan perhatian pada hal-hal yang penting selama penggunaan media.
7. Penggunaan media harus diusahakan agar senantiasa melibatkan partisipasi aktif para siswa.
C. Jenis dan Klasifikasi Media Pembelajaran
Media pengajaran, sedikit banyak akan meningkatkan intensitas pengajaran sastra. Pengajaran sastra akan semakin bergairah, mempermudah proses, dan semakin menarik.
Ada banyak media pembelajaran, mulai dari yang sangat sederhana hingga yang kompleks dan rumit, mulai dari yang hanya menggunakan indera mata hingga perpaduan lebih dari satu indera. Dari yang murah dan tidak memerlukan listrik hingga yang mahal dan sangat tergantung pada perangkat keras. Secara garis besar, media pengajaran sastra dapat berupa: (1) media elektronik, (2) media cetak, (3) media gambar, (4) media alamiah, dan (5) media orang
Pengelompokan berbagai jenis media apabila dilihat dari segi perkembangan teknologi oleh Seels dan Glasgow yang dikutip Arsyad (2006:33) dibagi ke dalam dua kategari luas, yaitu pilihan media tradisional dan pilihan media teknologi mutakhir.
1.Pilihan Media Tradisional
a. Visual diam yang diproyeksikan (proyeksi tak tembus pandang, proyeksi overhead, slide, (filmstrips).
b.Visual yang tak diproyeksikan (gambar, poster, foto, charts, grafik, diagram, pameran, papan info, papan bulu/flanel)
c.Audio (rekaman piringan hitam dan pita kaset)
d.Penyajian multimedia (slide plus suara, paduan gambar-suara, dan multi image)
e.Visual dinamis yang diproyeksikan (film, televisi, video).
f.Cetak (buku teks, modul, teks terprogram, buku kerja, majalah berkala, lembaran lepas atau hand-out).
g.Permainan (teka-teki, simulasi, permainan papan).
h.Realia (model, specimen/contoh, manipulatif (peta, globe, boneka).
2.Pilihan Media Teknologi Mutakhir
a.Media berbasis telekomunikasi (teleconference dan telelecture)
b.Media berbasis mikroprosesor ( pembelajaran berbantuan komputer, permainan komputer, pembelajaran interaktif, hypermedia, dan compact video disc).
Pengelompokan media yang banyak dianut oleh para pengelola pendidikan adalah seperti yang disampaikan oleh Kemp dan Dayton (1985). Oleh mereka, media dikelompokkan dalam delapan jenis, yaitu:
1.Media cetak,
2.Media pajang,
3.Overhead transparacies (OHT) dan Overhead Projector (OHP),
4.Rekaman audiotape,
5.Slide dan filmstrip,
6.Penyajian multi-image,
7.Rekaman video dan film, dan
8.Komputer.
Setiap media sudah pasti memiliki kelebihan dan keterbatasan dalam penggunaannya. Seorang guru seharusnya dapat mengkaji kelebihan dan keterbatasan itu, kemudian menjadikan kajiannya itu sebagai bahan pertimbangan dalam memilih dan menggunakan media dalam proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah
Salah satu warisan kebudayaan bangsa Indonesia berupa sastra Indonesia. Sebagai ahli waris, siswa harus mengenal, memahami, dan menghargai sastra miliknya. Namun, harapan akan tinggal harapan andaikata saja pihak sekolah tidak atau kurang berupaya sedemikian rupa untuk secara sadar dan sengaja memperkenalkan dan mendekatkan siswa pada karya-karya sastra.
Kesadaran itulah tampaknya yang mendorong agar sastra Indonesia mendapat tempat untuk dipelajari siswa di sekolah, meskipun pada kenyataannya sastra belumlah merupakan satu bidang studi yang berdiri sendiri. Pembelajaran sastra notabene merupakan bagian saja dari pembelajaran Bahasa Indonesia.
Dimasukkannya pembelajaran sastra ke dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kiranya dapat dimaklumi, karena secara umum -- dalam salah satu definisinya -- sastra adalah segala sesuatu yang ditulis (Wellek & Warren, 1956: 20), kendatipun pengertian semacam itu dianggap terlalu luas dan juga terlalu sempit (Barnet-Berman-Burto, 1967: 7). Dianggap terlalu luas karena, dengan demikian, semua buku termasuk sastra. Dianggap terlalu sempit dengan keberatan bahwa macam balada yang dinyanyikan dan cerita yang dibacakan, dengan demikian, tidak termasuk dalam sastra.
Secara lebih khusus Robert Frost menyatakan bahwa sastra adalah suatu pengungkapan dalam kata (a performance in words) (Barnet-Berman-Burto, 1967: 1). Karya sastra bukan hanya bahasa yang dipakai untuk merealisasikannya, tetapi harus dianggap sebagai pernyataan yang sangat kompleks dan luas tentang dunia penulis dan pembacanya (Moody, 1972: 3). Sastra merupakan karangan rekaan, hasil cipta seseorang sebagai ungkapan penghayatannya ke dalam wujud bahasa (Rusyana, 1982: 4). Sebagai suatu karya seni yang menggunakan bahasa sebagai medianya, sastra sangat mengutamakan dan setia terhadap hidup, terhadap manusia, dan terhadap bahasa (Ahmadi, 1980: 10).
Pembelajaran sastrapenting bagi siswa karena berhubungan erat dengan keharuan. Sastra dapat menimbulkan rasa haru, keindahan, moral, keagamaan, khidmat terhadap Tuhan, dan cinta terhadap sastra bangsanya (Broto, 1982: 67). Di samping memberikan kenikmatan dan keindahan, karya sastra juga memberikan keagungan kepada siswa pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Sastra Indonesia secara umum dapat dipakai sebagai cermin, penafsiran, pernyataan, atau kritik kehidupan bangsa.
Fungsi sastra kiranya tidak perlu diragukan lagi. Norman Podhoretz ketika diwawancarai Arwah Setiawan mengemukakan bahwa sastra dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap cara berpikir orang mengenai hidup, baik dan buruk, benar dan salah, dan cara hidupnya sendiri dan bangsanya (Soeharianto, 1976: 25). Pendek kata, sastra memberikan berbagai kepuasan yang sangat tinggi nilainya, yang tidak dapat diperoleh dengan cara lain (Moody, 1972: 2). Sastra memberikan pengaruh yang menguntungkan kepada penikmatnya (Barnet-Berman-Burto, 1967: 8).
Yang menjadi masalah sekarang adalah bagaimana proses pembelajaran sastra itu berlangsung dan media-media apa saja yang dipakai untuk mengajarkan sastra supaya hasil yang diharapkan dapat mewujud?. Proses pembelajaran sastra melibatkan guru sastra, pihak yang mengajarkan sastra, media sebagai sarana dan siswa, sebagai subjek yang belajar sastra. Masalah di atas dapat disederhanakan menjadi bagaimana upaya yang seyogianya ditempuh yang memungkinkan siswa dapat belajar sastra dengan seefektif mungkin.
B. PEMBAHASAN
A. Kegiatan Sastra
a. Kegiatan Pembelajaran Sastra
Contoh kegiatan Pembelajaran Sastra
Apresiasi
Secara harfiah kata apresiasi berarti pengertian, pengetahuan, atau penghargaan terhadap sesuatu, misalnya karya sastra. Dengan demikian, apresiasi sastra merupakan pengetahuan, pengertian, atau penghargaan terhadap cipta sastra (Wardani, 1981:1).
Kegiatan mengapresiasi dapat melibatkan kompetensi berbahasa lainnya. Setelah membaca, guru dapat meminta siswa menuliskan kembali (meringkas) cerita dan menuliskan pemeran cerita, karakterisasi, latar cerita. Menurut Rusyana (2003:4) menulis merupakan salah satu kompetensi dalam pembelajaran sastra untuk beroleh kemampuan berekspresi sastra. Ia menyebutkan menulis puisi, cerita pendek, dialog, dongeng dan drama singkat sebagai contoh kegiatan menulis yang dapat dilakukan siswa. Untuk mewujudkan kegiatan tersebut, guru harus menjelaskan bagaimana melibatkan perasaan siswa terhadap tokoh cerita yang dibaca oleh siswa dan bagaimana menghubungkan segala unsur yang ada dalam cerita dengan kehidupan sosial, budaya, dan agama yang dianut oleh mereka. Perspektif sosial dan budaya dalam mengidentifikasi karya sastra dikemukakan oleh Beach dan Marshall (1991), sedangkan perspektif religi oleh Moody (1970).
Apresiasi berhubungan dengan sikap dan nilai. Disick (dalam Wardani, 1981:1) menggolongkan apresiasi sebagai tingkatan tertakhir yang dapat dicapai dalam domain afektif, yang pencapaiannya memerlukan waktu yang sangat panjang dan prosesnya berlangsung terus setelah pendidikan formal berakhir. Sehubungan dengan hal tersebut, kiranya dapat dipahami bahwa apresiasi sastra yang sempurna sulit dicapai di bangku pendidikan. Oleh karena itu, apresiasi yang dibina dibangku pendidikan dapat dikatakan merupakan suatu proses menuju apresiasi yang sebenarnya. Proses apresiasi dapat dibagi dalam beberapa tingkatan (Wardani, 1981:1), yaitu:
1. Tingkat menggemari, yang ditandai oleh adanya rasa tertarik pada buku-buku sastra serta adanya keinginan untuk membacanya.
2. Tingkat menikmati, yaitu mulai dapat menikmati cipta sastra karena mulai tumbuh pengertian.
3. Tingkat mereaksi, yaitu mulai ada keinginan untuk menyatakan pendapat tentang cipta sastra yang dinikmatinya, misalnya dengan menulis sebuah resensi atau debat dalam suatu diskusi sastra. Pada tingkat ini, siswa juga berkeinginan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan sastra.
4. Tingkat produktif, yaitu mulai ikut menghasilkan cipta sastra.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa apresiasi sastra dalam pengajaran sastra bukan hanya penghargaan/penilaian terhadap sebuah karya sastra, melainkan juga berbagai variasi tingkatan yang dapat dicapai dalam proses menuju ke apresiasi yang sebenarnya.
B. Media Pembelajaran
a. Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan. Cukup banyak batasan yang dibuat orang. Asosiasi Teknologi Pendidikan misalnya mengatakan bahwa media adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyampaikan pesan atau informasi.
Gagne (1978) mengartikan media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Sementara Heinich dan Russell (1989) mengartikan media sebagai saluran untuk komunikasi yang berasal dari bahasa Latin yang berarti “antara” yang digunakan untuk menyalurkan informasi antara pengirim dan penerima. Dari batasan-batasan itu dapat kita rumuskan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa.
Satu hal yang jarang terpikirkan dalam pengajaran sastra adalah median dan pembinaannya. Kadang-kadang, pengajaran sastra begitu puas dengan “bermediakan” karya sastra saja. Padahal, seberapa menarik pun karya sastra yang dipilih, jika tampa media pengajaran yang menunjang sesungguhnya kurang memberikan suasana menarik. Anehnya, masalah media dan pembinaan pengajaran sering diabaikan.
Seorang pakar media, Edgar Dale menggambarkan bahwa alat bantu pengajaran sangatpenting dalam proses belajar mengajar. Alat bantu (media) tersebut berfungsi untuk memperlancar tujuan pendidikan. Bahkan bebara ahli pengajaran sering menyarankan agar pengajar yang masuk dalam kelas bias membawa “sapid an rumpur”, jangan sekedar membawa lukisan sapid an rumput. Maksudnya, media pengajaran “asli” (alami) memang sungguh lebih menarik dibanding media sekunder. Bahwa media primer dan media sekunder sama-sama penting, tetapi media primer tetap memegang peranan plus disbanding sekunder.
Untuk memilih media pengajaran sastra yang baik, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan, yakni: (a) harus dipahami betul usia yang harus dipergunakan, lingkungan social budaya, dan karateristik subyek didik; (b) kemudahan mendapatkan media; (c) membantu kelancaran pengajran;(d) menerik tidaknya bagi yang akan mempergunakan.
B. Manfaat dan Pedoman Penggunaan Media
Media sangat bermanfaat untuk menunjang proses pembelajaran, manfaat itu adalah sebagai berikut.
1. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para siswa. Pengalaman tiap-tiap siswa berbeda. Kehidupan keluarga dan masyarakat sangat menentukan macam pengalaman yang dimliki oleh siswa. Dua anak yang hidup di dua masyarakat atau lingkungan yang berbeda, akan mempunyai pengalaman yang berbeda. Ini disebabkan karena berbedanya “kesempatan untuk mengalami” yang diperoleh anak-anak. Ketersediaan buku, bacaan-bacaan, kesempatan berdarmawisata, dan lain-lain adalah faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak-anak. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan-perbedaan ini jika siswa tidak mungkin untuk dibawa ke objek yang dipelajari, maka objeklah yang dibawa ke siswa.
2. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh siswa. Ini disebabkan oleh:
• objek terlalu besar, misalnya lingkungan pasar, terminal, stasiun, pelabuhan, candi, ikan paus, dan lain-lain. Dengan media seperti gambar, foto, slide, atau film, kita dapat menampilkannya ke hadapan siswa;
• beberapa objek, makhluk hidup, dan gerakan-gerakan terlalu kecil untuk diamati dengan mata telanjang, misalnya: bakteri, sel darah, protozoa, dan lain-lain. Dengan bantuan gambar, film, dan mikroskop sebagai media pembelajaran dapat memperbesar dan memperjelas objek-objek tadi.
• gerakan-gerakan yang terlalu lambat untuk diamati seperti proses kepompong menjadi kupu-kupu dapat diikuti prosesnya dalam beberapa saat saja dengan teknik time-lapse dengan media fotographi, film, atau komputer;
• gerakan-gerakan yang terlalu cepat dan sulit ditangkap mata biasa, misalnya kepakan sayap burung, laju peluru, komet, dan lain-lain dapat diamati dengan media;
• ada kalanya objek yang akan dipelajari terlalu kompleks seperti peredaran darah atau siklus air hujan dapat ditampilkan dengan gambar, skema, atau simulasi komputer;
• bunyi-bunyi yang amat halus yang semula tidak mungkin ditangkap telingan menjadi jelas didengar dengan menggunakan media;
• rintangan-rintangan untuk mempelajari musim, iklim, dan geografi secara umum dapat diatasi. Kehidupan ikan-ikan di dasar laut atau kehidupan gajah di hutan dapat dihadirkan di depan kelas melalui media;
• kejadian langka yang terjadi di masa lalu atau terjadi sekali dalam puluhan tahun dapat ditampilkan melalui rekaman video, film, foto, dan slide;
• kejadian atau percobaan yang dapat membahayakan dapat disimulasikan dengan media seperti komputer, film, dan video.
3. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dan lngkungannya.
4. Media menghasilkan keseragaman pengamatan. Persepsi yang dimiliki si A berbeda dengan si B, bila si A hanya pernah mendengar sedangkan si B pernah melihat sendiri bahkan pernah memegang, meraba, dan merasakannya. Pengamatan yang dilakukan oleh siswa bersama-sama diarahkan kepada hal-hal yang penting yang dimaksudkan oleh guru.
5. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkret dan realistis. Sering kali sesuatu yang diterangkan oleh guru diterima sebagai konsepsi yang berbeda oleh siswa yang berbeda pula. Penggunaan media seperti gambar, film, objek, model, grafik, dan lain-lain bisa memberikan konsep dasar yang benar.
6. Media membangkitkan motivasi dan rangsangan anak untuk belajar. Pemasangan gambar-gambar di papan tempel, pemutaran film, mendengarkan rekaman atau radio merupakan rangsangan-rangsangan tertentu ke arah keinginan untuk belajar.
7. Media membangkitkan keinginan dan minat guru. Dengan menggunakan media pembelajaran, horizon pengalaman anak semakin luas, persepsi semakin tajam, konsep-konsep dengan sendirinya semakin lengkap. Akibatnya keinginan dan minat untuk belajar selalu muncul.Media memberikan pengalaman yang integral atau menyeluruh dari yang konkret sampai hal yang bersifat abstrak. Sebuah film Candi Borobudur misalnya, dapat memberikan imaji yang konkret tentang wujud, ukuran, lokasi candi, dan sebagainya.
Setiap program pembelajaran harus direncanakan secara sistematis dengan memusatkan perhatian kepada siswa. Program pembelajaran direncanakan berdasarkan kebutuhan dan karakteristik siswa serta diarahkan kepada perubahan tingkah laku siswa dengan tujuan yang kan dicapai. Dalam perencanaan ini media yang akan dipakai dan cara penggunaannya harus dipertimbangkan dan ditentukan dengan saksama.
Untuk memilih media pengajaran sastra yang baik, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan, yakni: (a) harus dipahami betul usia yang harus dipergunakan, lingkungan sosial budaya, dan karateristik subyek didik; (b) kemudahan mendapatkan media; (c) membantu kelancaran pengajaran;(d) menarik tidaknya bagi yang akan mempergunakan.
Ada beberapa pedoman umum yang perlu diperhatikan dalam penggunaan media dalam proses pembelajaran.
1. Tidak ada satu media yang terbaik untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran, karena masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
2. Penggunaan media harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
3. Penggunaan media harus mempertimbangkan kecocokan ciri media dengan karakteristik materi pelajaranyang disajikan.
4. Penggunaan media harus disesuaikan dengan bentuk kegiatan belajar yang akan dilaksanakn, seperti belajar secara klasikal, belajar dalam kelompok kecil, belajar secara individual.
5. Penggunaan media harus disertai persiapan yang cukup, seperti mengecek media yang akan dipakai, mempersiapkan serbagai peralatan yang dibutuhkan di ruang kelas sebelum pengajaran di mulai.
6. Siswa perlu disiapkan sebelum media pembelajaran digunakan agar mereka dapat mengarahkan perhatian pada hal-hal yang penting selama penggunaan media.
7. Penggunaan media harus diusahakan agar senantiasa melibatkan partisipasi aktif para siswa.
C. Jenis dan Klasifikasi Media Pembelajaran
Media pengajaran, sedikit banyak akan meningkatkan intensitas pengajaran sastra. Pengajaran sastra akan semakin bergairah, mempermudah proses, dan semakin menarik.
Ada banyak media pembelajaran, mulai dari yang sangat sederhana hingga yang kompleks dan rumit, mulai dari yang hanya menggunakan indera mata hingga perpaduan lebih dari satu indera. Dari yang murah dan tidak memerlukan listrik hingga yang mahal dan sangat tergantung pada perangkat keras. Secara garis besar, media pengajaran sastra dapat berupa: (1) media elektronik, (2) media cetak, (3) media gambar, (4) media alamiah, dan (5) media orang
Pengelompokan berbagai jenis media apabila dilihat dari segi perkembangan teknologi oleh Seels dan Glasgow yang dikutip Arsyad (2006:33) dibagi ke dalam dua kategari luas, yaitu pilihan media tradisional dan pilihan media teknologi mutakhir.
1.Pilihan Media Tradisional
a. Visual diam yang diproyeksikan (proyeksi tak tembus pandang, proyeksi overhead, slide, (filmstrips).
b.Visual yang tak diproyeksikan (gambar, poster, foto, charts, grafik, diagram, pameran, papan info, papan bulu/flanel)
c.Audio (rekaman piringan hitam dan pita kaset)
d.Penyajian multimedia (slide plus suara, paduan gambar-suara, dan multi image)
e.Visual dinamis yang diproyeksikan (film, televisi, video).
f.Cetak (buku teks, modul, teks terprogram, buku kerja, majalah berkala, lembaran lepas atau hand-out).
g.Permainan (teka-teki, simulasi, permainan papan).
h.Realia (model, specimen/contoh, manipulatif (peta, globe, boneka).
2.Pilihan Media Teknologi Mutakhir
a.Media berbasis telekomunikasi (teleconference dan telelecture)
b.Media berbasis mikroprosesor ( pembelajaran berbantuan komputer, permainan komputer, pembelajaran interaktif, hypermedia, dan compact video disc).
Pengelompokan media yang banyak dianut oleh para pengelola pendidikan adalah seperti yang disampaikan oleh Kemp dan Dayton (1985). Oleh mereka, media dikelompokkan dalam delapan jenis, yaitu:
1.Media cetak,
2.Media pajang,
3.Overhead transparacies (OHT) dan Overhead Projector (OHP),
4.Rekaman audiotape,
5.Slide dan filmstrip,
6.Penyajian multi-image,
7.Rekaman video dan film, dan
8.Komputer.
Setiap media sudah pasti memiliki kelebihan dan keterbatasan dalam penggunaannya. Seorang guru seharusnya dapat mengkaji kelebihan dan keterbatasan itu, kemudian menjadikan kajiannya itu sebagai bahan pertimbangan dalam memilih dan menggunakan media dalam proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah
0 Response to "KEGIATAN DAN MEDIA PEMBELAJARAN SASTRA"
Posting Komentar